Saturday, May 21, 2011

O Jadi Seperti itu Sekolah Favorit Ya



Negara Tropis, panas tapi berubah jadi sejuk ketika aku mulai tahu pola pikir Daffa.

Daffa tanya tentang sekolah favorit itu apa setelah tahu beberapa temannya yang SD sedang dipingit ortu mereka masing-masing karena mau ujian.

“Ma, sekolah favorit itu apa ya Ma?”, tanyanya santai dan polos. 
Aku menjelaskan bahwa anak-anak yang akan menghadapi ujian itu harus dipersiapkan dengan menuntut mereka belajar lebih banyak dan harus menguasai materi yang akan diujikan supaya dapat nilai bagus dan bisa masuk sekolah favorit, sekolah yang diidam-idamkan banyak orang karena murid-muridnya yang masuk nilai-nilanya bagus-bagus. 

Dan mulailah pertanyaan tak terduga bahkan kesimpulan yang menurutku di luar dugaan muncul dari Daffa, begini :
“O jadi sekolahan yang menjadi favorit itu sekolah yang hanya menerima anak-anak yang punya nilai hasil ujian yang baik gitu ??? itu bukan sekolahan favorit Ma, itu sekolahan malas, bukannya semua anak itu berhak memilih sekolah, kan dari sekolah itu jadi pinter, yang bodoh jadi pintar, kan tugasnya guru menerima semua murid yang ingin sekolah di situ, ANEH YA MA”.

Kesimpulan dari Daffa yang masih umur 10 tahun 6 bulan tentang sekolah favorit dan syarat-syarat untuk bersekolah di situ.

Terus aku tanya balik ke Daffa :
“Jadi menurutmu sekolah favorit itu seperti apa ?”, tanyaku sambil nahan geli dan pengen meluk-meluk cium saking gemesnya aku padanya hihihi  :D

Terus dia jawab :
“Sekolah favorit itu adalah sekolah yang bisa membuktikan dengan menghasilkan anak-anak yang nilai ujiannya jelek itu punya kemampuan terbaik di bidang yang lain atau malah bisa memperbaiki nilai jelek anak itu gitu lho Ma”.

SELESAI sudah sesi pembahasan sekolah favorit yang ternyata bukan favorit sejati.

Tuesday, May 10, 2011

Belajar dengan Penuh Minat itu Ajaib



Anak-anak yang menjalani homeschooling selalu siap uji artinya begini, Daffa selalu diuji secara lisan  oleh seseorang yang bertanya dia kelas berapa dan bersekolah di mana setelah menjawab bahwa dia tidak sekolah formal dan dia berhomeshooling. 
Maka mulailah Daffa menjalani ujian lisan, hehehe.
Dan aku salut pada jiwa sportifnya Daffa, dia akan menjawab tidak bisa dan belum belajar tentang hal itu kalau ditanya tentang hal yang memang dia belum tahu dan belum belajar  tentang hal yang ditanyakan seseorang itu dan hal ini malah menguntungkan Daffa, dia malah belajar dengan proaktif, Daffa tidak menjawab seperti anak yang bersekolah formal kebanyakan, anak-anak sekolah formal kalau aku tanya tentang hal yang memang mereka belum bisa maka jawabannya seperti ini, “Saya belum DIAJARI….”.
Mestinya jawab saja saya belum belajar tentang hal itu. Dari jawaban mereka saya jadi tahu bahwa belajar secara mandiri dengan segala keingintahuan itu jauh lebih baik karena menghindarkan dari ketergantungan untuk DIAJARI.
Saya kadang ingin juga menguji anak-anak yang bersekolah formal tapi saya sudah terlalu kenyang dengan jawaban : "Saya belum DIAJARI blablabla... atau di sekolah belum diajari tentang itu...". Selalu begitu jawabannya dan jawaban itu ajaib seperti seragam.
Belajar dengan bahan yang biasa disediakan tanpa dipancing untuk menggugah keingintahuan mereka itu bahaya, membuat mereka kelak memahami ilmu secara terpaksa, sampai jenjang tinggi jadi DISUAPI bahan yang harus dipelajari.

Daffa belajar  Bahasa Inggris juga secara langsung melalui youtube, dia menyimak pronounce dan tulisan  dengan penuh minat serta serius. Begitu pula dia belajar banyak bagaimana membaca peta dan mengenal negara lain dari buku dan tayangan National Geography. Memang kami tidak memakai semua kurikulum seperti anak-anak yang bersekolah dasar lainnya. Dan itu tidak apa-apa kan ??? hihihi
Daffa belajar bahasa asing dengan begitu cepat, dia juga belajar matematika sewajarnya, pada umumnya. Beberapa kali pernah Daffa menghadapi ujian yang tidak mutu (hihihi sewot emaknya) dari orang yang tahu kalau Daffa homeschooling. Begini ceritanya : “Daffa homeschooling ya?”, tanyanya sok akrab dan senyum licik. Daffa mengangguk percaya diri. “Ok, kalau gitu 2011 X 4231 berapa hayo ?”, tanya si orang sok akrab ini. Daffa menjawab dengan tegas : “Coba Om hitung aja pakai calculator kalau Om kasih waktu saya ya saya hitung dulu, boleh pinjam kertas dan bolpoin?”, jawab anakku tegas. Memang bukan hasil perkalian yang dia jawab tapi cara mempergunakan calculator dia sebutkan sebagai jawaban dan anakku sportif juga kalau dia diberi waktu menjawab ya dia minta dipinjami kertas dan bolpoin untuk menghitung secara manual. Lucu-lucu orang yang menguji Daffa seakan mereka menguji keegoan mereka sendiri. Homeschooling bukan sulapan, Daffa berproses dengan begitu terbuka terhadap pendidikannya melalui homeschooling kenapa mesti ditodong hasilnya seperti magic saja oleh orang-orang yang cuma ingin mencari kelemahan pendidikan mandiri yang sebenarnya mereka inginkan. Hihihi lucu.

Homeschooling itu mendukung anak-anak untuk belajar dengan penuh minat secara mandiri . Menghasilkan keajaiban yaitu anak-anak riang dan begitu tertanam kuat pengetahuan yang dia dapat.

Thursday, May 5, 2011

Kenapa Mesti Bingung Ijazah Sarjana Kalau Masih SD

Karena Facebook aku jadi bertemu dengan banyak teman lama dan 
beberapa teman baru yang sama-sama menjalankan Home Education.
Nah ini, justru dari teman lama itulah aku merasa hal dasar tentang edukasi  selama ini adalah untuk memperoleh ijazah.


Begitu mereka tahu aku adalah praktisi homeschooling untuk 2 putra kami, reaksi pertama dari mereka adalah banyak bertanya tentang ijazah. 
Karena menurut mereka dengan pergi ke sekolah formal hal pasti yang mereka dapat adalah ijazah. 
Catatan ya bukan semua temanku yang bertanya demikian, beberapa orang saja tapi dominan hehehe. 
Semula aku selalu menjawab sesuai dengan yang aku tahu, bahwa Pemerintah memberi celah berupa ujian kesetaraan, lha koq aku balik ditanya tentang akreditasinya halah-halah, jujur saja pertanyaan-pertanyaan yang pertama memang ingin tahu lalu berubah seolah jadi soal ujian yang harus aku jawab ini malah membuat aku geli.
Bagaimana tidak geli lha Daffa aja belum butuh ijazah SD apalagi ijazah sarjana.
Mbok ya silahkan aja kalau bertanya itu yang rasional, yang sesuai untuk kebutuhan pengetahuannya, kalau cuma buat memuaskan diri dari rasa bahwa yang sekolah formal itu lebih pasti ya tidak perlu cari pembanding pada praktisi homeschooling. Jalani saja yang memang jalan Anda, seperti saya menjalani semua untuk Daffa penuh dengan keyakinan.


Kenapa mesti bingung ijazah sarjana kalau masih menjalani sekolah dasar.
Yang mendasar saat ini adalah hak belajar Daffa aku penuhi, dan dia belajar secara terbuka untuk tahu jenis-jenis pekerjaan termasuk belajar apa itu wirausaha.

Tidak Pergi ke Sekolah Umum Bukan Berarti Tidak Berpendidikan.

Negara Tropis, diguyur hujan penuh kesejukan.

Lama tidak update Blog catatan sekolah rumahnya Daffa  J. Ibunya masih terlena dengan pesona Daffa yang begitu cepat menyerap pelajaran yang dia suka. Daffa suka melihat youtube lagu-lagu favoritnya, dia pilih yang ada teksnya lalu dia mengikuti si penyanyi melafalkan lagunya. Ibunya tidak pernah mengatur dia harus belajar apa hari ini, dia Cuma bertanya dengan pertanyaan sederhana. “Belajar apa kita hari ini ?”. Dan tahukah Anda ?. Pilihan anak-anak tanpa terpaksa memilih itu adalah pilihan hebat yang mereka jatuhkan dan mereka jalani dengan serius. Sederhana tapi mendasar. Beberapa orang yang melihat cara “bersekolah” kami menganggap saya gila, di jaman milenium ini ada seorang ibu yang tidak cukup pintar malah tidak menyekolahkan anaknya, dan jawaban kegilaan saya adalah : TIDAK PERGI KE SEKOLAH UMUM BUKAN BERARTI TIDAK BERPENDIDIKAN. Dan jawaban saya semakin nyata dengan perilaku Daffa   J.

Daffa belajar mendengarkan dengan baik, artinya dia memang harus diam ketika orang lain berbicara, dia tidak ribut sendiri ketika ada di sebuah pertemuan di persatuan keluarga-keluarga di daerah kami. Dia berbaur dengan anak-anak lain tapi tidak bertingkah laku berisik seperti anak lain yang justru pergi ke sekolah. 
Aneh ya, yang bersekolah malah jengah untuk mendengarkan orang lain. 
Siapa yang berpendidikan ?. 
Contoh nyata meski sederhana itu membuat saya yakin kelak Daffa baik-baik saja. 
Dari kelemahan-kelemahan kami yang digunjingkan orang lain saya justru belajar bahwa kesalahan-kesalahan kami itu bisa diperbaiki. Ada seorang Ibu muda yang menyekolahkan putranya di sekolah yang cukup mahal melihat Daffa ketika berbicara tepatnya ketika Daffa mencoba meniru gaya berbicara bahasa jawa, lalu  si Ibu muda itu yang tidak menyadari saya melihat reaksinya, dia melontarkan ke Ibu muda lainnya yang sedang disebelahnya , “Uh sok ya”. 
Apa saya marah?.
Tidak saya merekam apa kesalahan dari cara Daffa berbicara tadi, ternyata cara mengakrabkan diri yang Daffa pilih itu salah. Saya tidak marah malah saya belajar bagaimana cara menyampaikan hal ini ke Daffa. Yang lucu saya malah menangkap Ibu muda ini lupa kalau pergi ke sekolah saja tidak cukup untuk jadi berpendidikan, dia jelas lupa mengajarkan keteraturan serta tingkah laku terhadap putranya. Putra sulungnya tidak bisa diam sejenak dengan tenang ketika diajak ke sebuah pertemuan, di usia 8 tahun tapi tingkah lakunya dibiarkan seperti anak 2 tahun. Dia pikir pergi ke sekolah umum sudah cukup mendidik putranya. Berbeda jauh dengan Menara(adik Daffa yang baru berusia 3 tahun), dia pun bisa tenang seperti Daffa meski tidak pernah DISEKOLAHKAN oleh ibunya.


Pesan buat yang menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah formal, anak-anak juga butuh dididik oleh orang tuanya. Jangan hanya karena mereka sudah sekolah malah anda-anda tidak meyisipkan pesan pendidikan dasar mereka, ingat pendidikan itu hak mereka.


*Daffa, Mama Loves You, Always*

AddThis

Bookmark and Share